Senin, 20 Januari 2014

Ini Ceritaku, Bagaimana Ceritamu?



Minggu, 29 Desember 2013
Pukul 19.52 WIB

Aku bersihkan semua isi kamarku dirumah bersama ibuku. Banyak sekali debu, banyak tumpukan buku dan sangat banyak sehingga kami berdua sedikit kerepotan. Tak sengaja aku menyenggol tumpukan berkas berbungkus stopmap 2 bendel. Perlahan aku buka karena takut isinya akan rusak. Ternyata tumpukan itu berisi semua ijazah beserta piagam yang pernah aku raih selama sekolah. Satu-satu aku buka isinya, tak sengaja aku menemukan secarik kertas berangka tahun 2008. Lusuh sekali kertasnya, tintanya pu sudah mulai pudar. Untuk siapakah surat ini? tak bernama. Isinya penuh dengan syair cinta dan juga kekecewaan.

Kragan berselimut mendung,
Selasa, 04 – 11 – 2008
08.29 pagi (Pandangan juga mendung)_

Kepada yang terkasih
I Love You

Assalamu’alaikum...

Kepadamu kukirimkan salam terindah. Salam sejahtera para penghuni surga. Salam yang harumnya melebihi kasturi. Sejuknya melebihi embun pagi. Salam hangat sehangat sinar matahari waktu dhuha. Salam suci air telaga kaustar yang bila direguk akan menghilangkan dahaga selama-lamanya. Salam penghormatan, kasih dan cinta yang tiada pernah pudar dan berubah dalam segala musim dan peristiwa.
Sayangku,
Maafkanlah aku, karena aku berbicara kepadamu dalam orang kedua, karena engkau dalah diriku yang lain. Belahan jiwa yang tidak aku miliki sejak kita muncul dari tangan rahasia Tuhan. Maafkan aku kekasihku.
Entah aku mulai darimana, aku berani menuliskan segala sedu sedanku. Kutulis dalam kertas putih penuh kesucian. Kutulis dengan coretan biru perdamaian. Kutulis untuk kekasihku juga impianku. Dengan tulusnya hatiku. Dalam putihnya nuraniku. Kulantunkan kata bahagiaku. Lewat senyuman haru.
Sayangku,
Kau adalah nur bagi jiwa yang sakit. Gembira bagi hidup yang gamang dan muhibah untuk hati yang tersirat musibah.
Kau adalah gerimis bagi hatiku yang resah. Sesuatu kedua yang ada dalam diriku dan dadaku setelah Allah Swt.
Sayangku,
Apa kamu tau apa itu cinta sejati?
Cinta sejati adalah cintanya sepasang kekasih yang telah di Ridhoi Tuhan dan di do’akan 100 ribu malaikat penghuni surga. Tak ada perpaduan kasih lebih indah dari itu semua. Begitulah cinta orang-orang islam.
Jadi sayangku,
Kebesaran dan keagungan Tuhan manakah yang kau dustakan hingga kau berani hancurkan hatiku. Jadikanku orang kedua dari seribu gadis lainnya yang kau puja. Apakah kamu tau? Padamu kutitipkan secuil asa, kau berikan selaksa bahagia. Padamu kuharapkan setitik embun cinta, kau limpahkan samudera cinta. Itulah yang kuharapkan darimu. Tapi kau hanya berikan aku cinta sementara tak lama dan cinta sejati yang tak abadi.
Sayangku,
Jika kau hadir hanya sekedar mampir dan tinggalkan luka bagiku, kini usaikanlah sudah semua. Kembalilah pada kekasihmu yang awal, aku ikhlas lahir dan batin ridho dunia akhirat. Tapi harapku kau hadir di kehidupan yang akan datang sebagai kekasih tunggalku dan aku juga kekasih tunggalmu. Aku berdo’a kita akan bercinta di surga nanti.
Sayang, tancapkan dalam hati
Walau tak kini esok insya’allah terjadi
Kita akan bercinta lagi berkali-kali
Lebih indah dari yang pernah kita lalui
Apalagi di surga nanti
Walau tak kini esok insya’allah terjadi
Selama cinta masih hidup dalam hati, dan
Selama iman masih terpatri dalam diri
Amin....
Walau kita tidak bisa menyatu di dunia sayang, isnya’allah di akhirat dan di surga nanti masih banyak waktu untuk bermadu cinta. Sayang, kau akan aku tunggu di pintu gerbang surga dan kita akan bersama-sama masuk ke dalamnya dengan limpahan karunia cinta dan kasih sayang dari Tuhan dan malaikat. Ingatlah!
Sayang, cinta ini milik kita berdua!
Wassalamu’alaikum...
Orang yang menunggumu di pintu gerbang surga.-
Kha-Midha





FIN-
i. i. d

Selasa, 11 Juni 2013

Historiografi Modern Van Leur dan Sartono Kartodirjo


PENDAHULUAN
Penulisan sejarah merupakan representasi kesadaran penulis sejarah dalam masanya. Penulisan sejarah (historiografi) ini merupakan fase atau langkah akhir dari beberapa fase yang biasanya harus dilakukan oleh peneliti sejarah. Penulisan sejarah (historiografi) merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Awal perkembangan penulisan sejarah di Indonesia dimulai dengan adanya penulisan sejarah dalam bentuk naskah seperti : babad, hikayat, kronik, tambo, dan lain-lain yang termasuk dalam kategori historiografi tradisional. Kemudian pada periode selanjutnya berkembang historiografi modern yang sudah lebih dahulu berkembang di Barat dengan ciri utama yang sangat mementingkan fakta.
Penulisan sejarah yang moderen di Indonesia diawali dengan penulisan sejarah penjajahan Belanda. Penulisan sejarah ini dilakukan oleh para ahli sejarah yang merupakan suatu team. Team penulis sejarah ini dipimpin oleh Dr. FW. Stapel. Buku yang ditulis oleh team ini berjudul Geschedenis van Nederlandsch Indie (Sejarah Hindia Belanda). Buku tersebut pada dasarnya tidak banyak menceritakan tentang peran bangsa Indonesia, namun justru penjajah Belanda yang menjadi subjek atau pemeran utama dalam cerita sejarah. Aspek-aspek yang positif lebih banyak ditekankan pada orang Belanda, sedangkan bangsa Indonesia hanyalah sebagai pelengkap. Dimana tokoh-tokoh penting dari orang Belanda dianggap sebagai orang besar, sedangkan tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang oleh bangsa Indonesia dianggap sebagai pahlawan, dianggap sebagai orang yang jelek, orang jahat, dan berbagai citra negatif lainnya.
Penulisan sejarah yang seperti tersebut diatas selanjutnya menimbulkan kritikan yang dianggap perlu sebagai bentuk nasionalisme dalam historiografi dengan penulisan sejarah yang dilihat dari kaca mata bangsa Indonesia. Menempatkan bangsa Indonesia sebagai tokoh sentral, pemeran utama bukan malah sebagai figur yang negatif. Adapun sejarah yang bersifat indonesiasentris harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
  1. Sejarah yang mengungkapkan “sejarah dari dalam”. yang menempatkan bangsa Indonesia sebagai pemeran utama.
  2. Penjelasan sejarah Indonesia diuraikan secara luas, dengan uraian yang mencakup aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
  3. Erat berhubungan dengan kedua pokok di atas, perlu ada pengungkapan aktivitas dari pelbagai golongan masyarakat, tidak hanya para bangsawan atau ksatria, tetapi juga dari kaum ulama atau petani serta golongangolongan lainnya.
  4. Untuk menyusun sejarah Indonesia sebagai suatu sintesis, yang menggambarkan proses perkembangan ke arah kesatuan geo-politik seperti yang kita hadapi dewasa ini, maka prinsip integrasi perlu dipergunakan untuk mengukur seberapa jauh integrasi itu dalam masa-masa tertentu telah tercapai.
Beberapa pelopor dalam penulisan historiografi Indonesia modern diantaranya adalah J.C van Leur dan Sartono Kartodirdjo. Jika awalnya tokoh Belanda sebagai pahlawan sementara orang pribumi sebagai penjahat, maka tokoh-tokoh inilah dengan adanya Indonesianisasi maka kedudukannya terbalik dimana orang Indonesia sebagai pahlawan dan orang Belanda sebagai penjahat tetapi alur ceritanya tetap sama dengan penulisan sejarah yang mengungkapkan kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia dalam segala aktivitasnya, baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya dari sudut pandang bangsa Indonesia.

Kepeloporan J.C. Van Leur dalam Historiografi Indonesia Modern
J.C. Van Leur adalah penulis Eropa pada masa kolonial yang tinggal di Indonesia dan menulis sejarah Indonesia. Tulisan-tulisan yang dihasilkannya pun ikut mewarnai perkembangan historiogrfi Indonesia, terutama menghadirkan model baru tulisan sejarah (Indonesia). Pemikiran Van Leur juga banyak dipengaruhi oleh sosiolog Jerman, Max Weber, sehingga karya-karyanya cenderung menggunakan pendekatan sosiologis. Hal menarik yang ingin disampaikan Van Leur dalam tulisannya ini (Abad Ke-18 Sebagai Kategori Dalam Penulisan Sejarah Indonesia) bahwa penulisan sejarah Indonesia harus berdasarkan perspektif bangsa Indonesia dengan menggunakan sumber-sumber tradisional (hikayat, babad, puisi, cerita rakyat, legenda dan mitos-mitos). Selain itu, J.C Van Leur menekankan adanya penelitian lapangan dalam penulisan sejarah. Keberadaan ataupun peranan penduduk pribumi juga harus dihadirkan dalam menuliskan sejarah Indonesia, tidak hanya sekedar objek penulisan.
Periode yang menjadi objek kajian utama sejarawan kolonial adalah periode kolonial, dimulai sejak kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia. Ada beberapa ciri-ciri dari historiografi kolonial Belanda, yakni. Pertama, umumnya karya yang dihasilkan oleh sejarawan kolonial ditulis di negeri Belanda dan penulisnya tidak pernah berkunjung ke Indonesia atau dalam istilah Van Leur, sejarah yang ditulis dari atas geladak kapal atau gudang-gudang loji. Kalaupun ditulis di Indonesia, data-datanya hanya berdasarkan informasi dari pejabat-pejabat pribumi dan pejabat kolonial. Kedua, lebih menonjolkan peran orang-orang Belanda di Indonesia. Kebanyakan membahas pemerintahan kolonial dan pejabat-pejabatnya, terutama aktivitas pemerintah kolonial dalam bidang politik, ekonomi, dan institusional. Ketiga, Menggunakan perspektif eropasentris, aktivitas penduduk pribumi tidak mendapat perhatian. Dengan kata lain, bangsa pribumi hanya diletakan sebagai objek. Keempat, penggunaan sumber-sumber pribumi seperti syair, hikayat dan babad cenderung diabaikan. Sumber-sumber pribumi dianggap memiliki kualitas rendah dan tidak rasional (http://clio1673.blogspot.com/2013/01/jc-van-leur-abad-ke-18-sebagai-kategori.html, diunduh pada Minggu 26 Mei 2013).
Menurut Van Leur karya-karya pada abad 18 banyak menjelaskan tentang perdagangan, peperangan, kerajaan, dan kota-kota yang ada di dengan tanpa melihat kondisi bangsa Indonesia secara langsung. Ilmuwan ini memandang negara-negara Timur dari perspektif Barat. Hal inilah yang coba dibantahnya, bahwa ternyata apa yang digambarkan dalam karya-karya pada masa Kolonial tidak sesuai dengan kenyataan saat itu. Misalnya, karya Dr. Godee Molsbergen yang mengemukakan bahwa sejarah VOC dalam abad kedelapan belas merupakan refleksi dari sejarah Belanda yang ketika itu muncul sebagai suatu kekuatan yang menentukan Eropa. J.C Van Leur menyanggah pendapat ini dengan mengatakan bahwa abad kedelapan belas tidak berbeda dengan abad ketujuh belas dimana VOC bukan kekuatan yang menentukan perkembangan sejarah di Asia, tetapi kekuatan Asia yang terletak pada kerajaan-kerajaannya. Selain itu, VOC harus mengikuti pola-pola perdagangan tradisional yang berlaku di daerah koloninya.
Kekuatan VOC justru terletak pada kemampuannya memanfaatkan situasi politik pada kerajaan-kerajaan lokal. Biasanya VOC berperan sebagai juru damai atau memihak pada salah satu pihak dalam konflik antar kerajaan atau dalam sebuah kerajaan. Atas bantuannya tersebut, VOC biasanya diberikan hadiah berupa hak penguasaan atas wilayah tertentu. Jadi, kekuatan armada VOC pada abad 18 sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kekuatan kerajaan-kerajaan lokal, bahkan terkadang justru kerajaan lokal memiliki pasukan yang jauh lebih kuat daripada armada VOC itu sendiri. Olehnya itu, Van Leur menyatakan bahwa sejarah Hindia Belanda (Indonesia) tidak boleh disamakan dengan sejarah Kompeni (Kolonial) abad ke-17. Meskipun demikian, Van Leur memuji karya Raffles “History of Java” yang berhasil menjelaskan kebudayaan Jawa dengan baik dan tak ada taranya.
Penulisan sejarah Indonesia menjadi menarik dengan kehadiran karya Van Leur dengan mengemukakan sebuah perspektif baru dalam menulis sejarah Indonesia, perspektif orang Indonesia atau dalam sebutan beliau, menghadirkan orang Indonesia dalam penulisan sejarahnya. Perspektif inilah yang menjadi dasar kehadiran historiografi Indonesiasentris. Konstribusi penting Van Leur membuka wacana baru dalam penulisan sejarah, karena yang terpenting dalam historiografi yakni menghadirkan data-data baru yang bersifat lokal. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya menulis sejarah yang lebih berimbang lagi dan benar-benar komprehensif. Inilah pelajaran penting dari karya Van Leur ini, yakni meletakkan arah baru (perspektif) penulisan sejarah Indonesia. Artinya tulisan yang tidak hanya berdasarkan pandangan kaum kolonial saja, tetapi menghadirkan pandangan orang Indonesia atas sejarahnya sendiri dengan menjadikan sumber-sumber lokal (historiografi tradisional) sebagai sumber sejarah dalam penulisan sejarah.

Kepeloporan Sartono Kartodirdjo dalam Historiografi Indonesia Modern
Prof Dr A Sartono Kartodirdjo, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Ia merupakan penulis buku Pengantar Sejarah Indonesia Baru, kelahiran Wonogiri, Jawa Tengah, 15 Februari 1921. Sebagai seorang penulis sejarah, ia memperkenalkan pendekatan multidimensi dalam penulisan sejarah. (Sumber: http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/2284-mahaguru-sejarah-indonesia, diunduh pada Minggu 26 Mei 2013). Sebelum menjadi guru, pria yang akrab disapa Sartono ini menyelesaikan pendidikan di HIS, MULO, dan HIK. Saat bersekolah di HIK (sekolah calon bruder).
Saat usianya menginjak 44 tahun, Sartono menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Sastra Universitas Indonesia di sela-sela kegiatan mengajar di salah satu sekolah yang ada di Jakarta. Lalu melanjutkan pendidikan master degree di Universitas Yale, Amerika Serikat setelah sebelumnya mengajar di Universitas Gajah Mada Jogjakarta dan IKIP Bandung. Ia lulus pada tahun 1964 disusul melanjutkan pendidikan doktoralnya dua tahun kemudian.
Sebagai sejarawan dan ilmuan sosial-humaniora yang terkemuka, Sarton Kartodirjo dapat disejajarkan dengan tokoh-tokoh ilmuan Indonesianis internasional lainnya, seperti J.D. Legge, Herbert Feith, G. McT. Kahin, H.J. Benda dan W.F. Wertheim (keduanya adalah gurunya) serta B. R. O’G. Anderson dan M.C. Ricklefs. Karya dan sumbangannya telah banyak memberikan sumbangan besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia (Nursam, 2008 : ix). Sartono Kartodirjo merupakan tokoh pembeharu dalam peletak dasar bagi perkembangan kaian sejarah kritis atau modern.
Sartono menganjurkan dalam rangka penyusunan historiografi modern, agar digunakan corak Indonesiasentrisme, yang lebih menekankan penempatan peran bangsa Indonesia sebagai pelaku utama dalam perjalanan sejarahnya. Hal ini perlu diterapkan untuk menggantikan corak Eropanesentrisme yang telah menguasai dengan kecenderungan penempatan peran orang Eropa sebagai pelaku utama dalam sejarah Indonesia.
Dalam pengantar buku Membuka Pintu bagi Masa Depan : Biografi Sartono Kartodirjo (Kompas; 2008), menegaskan pemikiran lain dari Sartono Kartodirjo adalah peningnya penggunaan pendekatan interdisipliner, multidisipliner atau pendekatan ilmu-ilmu sosial dalam kajian sejarah. Pendekatan ini terutama ditunjukkan dalam kajian tentang sejarah ssosial di Indonesia, terutama dalam kajian pemberontakan kaum petani terhadap kaum penguasa pada masa kolonial dan gerakan-gerakan protes sosial dari kelompok masyarakat kecil yang terpinggirkan. Kedua hal tersebut tercakup dalam karyanya yang berjudul The Peasant’s Revolt of Banten in 1888, Its Conditions, Course and Sequel : A Case Study of Social Movements in Indonesia (‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1966), dan Protest Movements in Rural Java: A Study of Agrariant Unrest in the Nineteenth and Early of Twentieth Centuries (Singapore, etc: Oxford University Press, 1973).
Dalam disertasi (The Peasants’ Revolt of Banten in 1888, It’s Conditions, Course and Sequel: A Case Study of Sosial Movements in Indonesia) yang ia buat untuk meraih gelar doktoralnya dinilai banyak orang sebagai jembatan perkembangan ilmu sejarah di Indonesia. Ia menganggap bahwa disertasinya merupakan bentuk protes terhadap penulisan sejarah Indonesia yang konvensional dan Neerlandosenteris. Sartono Kartodirjo mencoba mengubah pandangan dengan keberanian dari gerakan sosial yang dilakukan oleh petani untuk melawan ketidakadilan. Tidak hanya itu, Sartono juga mencoba menghilangkan virus inferior pada bangsa asing yang saat itu banyak menjangkiti masyarakat Indonesia.
Namun, dalam buku Membaca Postkolonialitas (di) Indonesia (2008:42) mengungkapkan bahwa memang benar study Sartono tentang pemberontakan petani Banten sebenarnya mengalihkan sejarah Indonesia dari kajian yang hanya membahas tentang penguasa kolonial atau kerajaan menjadi pembahasan tentang masyarakat kebanyakan. Selian itu, ia juga mulai beralih dari fiologi ke arah penulisan dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial, dengan pendekatan multimensional yang menjadi ciri penting perkembangan historiografi selanjutnya.
Penggunaan pendekatan interdisipliner, multidisipliner atau pendekatan ilmu-ilmu sosial dalam kajian sejarah dimaksudkan bahwa bahwa ilmu sejarah bukanlah sekedar narasi , tidak hanya menggunakan ilmu sejarah saja, tetapi harus memanfaatkan bantuan ilmu antropologi, sosiologi, berikut disiplin ilmu-ilmu lain. Selain itu, karena menulis sejarah Indonesia, maka cara pendekatannya memang harus Indonesiasentris dan jangan sampai terpesona dengan aneka ragam kisah raja-raja atau orang besar. Sebab rakyat, petani, dan wong cilik juga punya peran sangat bermakna yang juga ikut membentuk sejarah.
Karya – Karya Sartono Kartodirdjo
  • Indonesia Historiography, 2001
  • Modern Indonesia, Tradition and Transformation, 1984
  • Ratu Adil, 1984
  • Protest Movement in Rural Java, Oxford University, 1973
  • The Peasant Revolt of Banten in 1888, 1966
  • Pengantar Sejarah Indonesia Baru, Jilid I Zaman Kerajaan dan Jilid II Pergerakan Sejarah Nasional
  • Pemberontakan Petani Banten 1888: Kondisi, Jalan Peristiwa dan Kelanjutannya - Sebuah Studi Kasus mengenai Gerakan Sosial di Indonesia, 1984
  • Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia: Suatu Alternatif, 1982
  • Sejarah Nasional Indonesia, 1976
  • Arit dan Bulan Sabit: Pemberontakan Komunis 1926 di Banten, 1982
  • Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial Ekonomi
  • Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, 1993
  • Ungkapan-ungkapan Filsafat Sejarah Barat dan Timur, 1986
  • Revolusi Prancis, 1989
  • Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah: Kumpulan Karangan, 1987
  • Masyarakat Kuno dan Kelompok-kelompok Sosial, 1977
  • Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka: Indonesia dan Masa Lalunya, 1983
  • Kepemimpinan dalam Dimensi Sosial, 1984
  • Elite dalam Perspektif Sejarah, 1981
  • Sejak Indische sampai Indonesia 
  • Komunikasi dan Kaderisasi dalam Pembangunan Desa
  • Modern Indonesia, Tradition & Transformation: A Socio-historical Perspective
  • Perkembangan Peradaban Priyayi
  • Pembangunan Bangsa tentang Nasionalisme, Kesadaran dan Kebudayaan Nasional
  • Multidimensi Pembangunan Bangsa: Etos Nasionalisme dan Negara Kesatuan
  • Ideologi dan Teknologi dalam Pembangunan Bangsa: Eksplorasi Dimensi Historis dan Sosio-kultural : Kumpulan Tulisan
  • Peristiwa Cimareme Tahun 1919: Perlawanan H. Hasan terhadap Peraturan Pembelian Padi



PENUTUP
J.C. Van Leur dan Sartono Kartodirdjo merupakan tokoh penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia khususnya dalam penulisan sejarah. Keduanya adalah peletak dasar dari adanya pandangan Indonesiasentris dalam penulisan historiografi modern dengan meletakkan orang-orang Indonesia sebagai pelaku utama dari sejarah Indonesia. Apa yang dilakukan mereka berdua adalah dengan mengubah adanya pandangan religio-magis serta kosmologis diganti dengan pandangan empiris-ilmiah, adanya pandangan etnosentrisme diganti dengan pandangan nationsentris dan adanya pandangan sejarah kolonial-elitis diganti dengan sejarah bangsa Indonesia secara keseluruhan yang mencakup berbagai lapisan sosial. Sehingga melalui karya-karyanya mereka mampu mengungkapkan dinamika masyarakat Indonesia dari berbagai aspek kehidupan yang kemudian dapat dijadikan bahan kajian untuk memperkaya penulisan sejarah Indonesia.









Referensi

Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Nursam, M. 2008. Membuka Pintu bagi Masa Depan: Biografi Sartono Kartodirjo. Jakarta: Kompas.
Susanto, Budi. 2008. Membaca Postkolonialitas (di) Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.